Kegagalan adalah sukses yang tertunda. Pepatah ini pas untuk menggambarkan perjalanan usaha Hermawati (32). Kerugian Rp 20 juta dan kehilangan tempat tinggal karena usaha budidaya nenernya gagal tak menyurutkan semangat berbisnis Hermawati.
Peristiwa yang terjadi tahun 2001 itu dituturkan Hermawati di kediamannya di Desa Bontosunggu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu.
Kegagalan usaha budidaya nener itu membuat Hermawati dan suaminya, Muhammad Arfa (32), harus hidup dengan menumpang tinggal di rumah milik orangtuanya.
Usaha pembibitan udang yang dimulai tahun 1999 bermodal Rp 30 juta, pinjaman dari bank, tidak berjalan mulus. Bank pun menyita rumah seluas 85 meter persegi yang dijaminkan Hermawati.
Tinggal di rumah orangtuanya, yang terletak di pesisir Pantai Galesong, menjadi titik balik bisnis Hermawati. Pesisir pantai di bagian utara Takalar Sulsel yang kaya rajungan (Portunus pelagicus) ternyata belum dimanfaatkan dengan baik.
Selama ini para nelayan menjual rajungan kepada tengkulak Rp 12.000 per kilogram. Padahal, harga di pasaran Rp 18.000 per kilogram.
Hermawati terdorong menampung rajungan itu dengan harga yang lebih baik ketimbang yang ditawarkan tengkulak. Keinginan itu kian kuat setelah temannya, yang tinggal di Desa Sawakung, Kecamatan Galesong Selatan, membutuhkan rajungan dalam jumlah besar.
Bermodal Rp 1,5 juta hasil penjualan perhiasannya, Hermawati memulai bisnis rajungan pada awal tahun 2002. Hermawati membeli 40 kilogram rajungan dari 10 nelayan dengan harga Rp 20.000 per kilogram dan menjualnya kepada pengepul dengan harga Rp 25.000 per kilogram. Setiap hari ia mendapat laba bersih Rp 200.000.
Dalam kurun enam bulan, jumlah nelayan yang menjual rajungan kepada Hermawati meningkat dua kali lipat. Pasokan rajungan yang diterimanya pun menjadi rata-rata 60 kilogram per hari.
Melihat bisnis Hermawati yang berkembang, sejumlah masyarakat di Desa Bontosunggu pun mulai melirik usaha rajungan. Hal ini tak membuat Hermawati keder.
Untuk menjalin hubungan lebih erat dengan pemasoknya, Hermawati menyisihkan keuntungannya untuk membantu 20 nelayan yang rutin menyetor rajungan kepada dia. Bantuan itu untuk biaya memperbaiki jaring atau untuk biaya hidup jika hasil tangkapan tak maksimal.
”Sejak awal saya memang berkomitmen tidak semata-mata mencari keuntungan, tetapi juga membantu memperbaiki taraf hidup nelayan,” katanya.
Setelah usaha rajungannya berjalan tiga tahun, Hermawati mampu membeli rumah seharga Rp 25 juta. Keputusan membeli rumah yang sebagian besar dindingnya terbuat dari papan itu adalah bagian dari strateginya untuk mengembangkan bisnisnya pada masa datang.
”Sertifikat bisa menjadi jaminan di bank, sedangkan rumah milik sendiri bisa digunakan untuk tempat usaha,” kata Hermawati yang mengaku hanya lulusan sekolah dasar.
Tak puas hanya menjadi pedagang pengumpul, atas masukan seorang sahabatnya, Hermawati berupaya memberi nilai tambah pada bisnis rajungannya. Bermodal pinjaman dari bank Rp 20 juta, ia membeli peralatan mengupas rajungan dan merekrut 20 tenaga kerja yang berasal dari masyarakat sekitar.
Hermawati merintis usaha pengolahan rajungan. Sebelum dikupas, rajungan direbus di kuali berdaya tampung 20 kilogram. Rajungan yang sudah matang dijemur hingga dingin. Setelah dingin, rajungan dikupas menggunakan tang untuk diambil dagingnya.
Daging diambil dari bagian capit atas, capit bawah, dan cangkang rajungan. Ketiga jenis daging rajungan yang memiliki ukuran berlainan itu dikemas dalam styrofoam berbeda.
”Dari 60 kilogram rajungan yang dipasok nelayan sehari-hari bisa dihasilkan 15 kilogram daging rajungan,” kata Mansyur (35), pegawai Hermawati.
Kemasan daging dari capit ukurannya paling besar biasa disebut kemasan daging jumbo. Kemasan daging dari capit bawah disebut kemasan lam. Adapun kemasan daging dari cangkang rajungan, berukuran kecil-kecil, disebut kemasan daging cokelat.
Pemisahan ini sesuai permintaan PT Nuansa Cipta Magello (NCM), yang mengekspor daging rajungan ke Amerika Serikat, Australia, dan Jepang. Pasokan daging rajungan dari Hermawati dibeli perusahaan yang juga memasok ke beberapa daerah di Tanah Air ini seharga Rp 125.000 per kilogram.
Bersama PT Phillips Seafood Indonesia dan PT Makmur Hasil Bahari, PT NCM mendirikan industri pengolahan dan pengalengan daging rajungan di Makassar, Sulawesi Selatan.
Dengan pendapatan semakin besar, Hermawati menaikkan harga pembelian rajungan nelayan menjadi Rp 22.000 per kilogram. Keuntungan Hermawati per bulan mencapai Rp 12 juta atau dua kali lipat dibanding hanya menjadi pedagang pengumpul.
Berkembangnya bisnis Hermawati memberinya peluang untuk mewujudkan satu per satu impiannya. Tahun 2007, bersama suaminya, Hermawati menunaikan ibadah haji.
Tahun 2009, Hermawati sudah memiliki rumah baru seluas 130 meter persegi, yang dibangun persis di depan tempat usaha pengupasan rajungan.
Sejak tahun lalu, usaha pengupasan rajungan dilakukan dengan memanfaatkan seluruh bagian rumah lama, yang terbuat dari papan dan bilik kayu.
Meski bisnisnya telah berkembang, Hermawati mengaku belum puas dengan pencapaiannya saat ini. Ia berharap peran konkret pemerintah untuk membantu nelayan di pesisir Kecamatan Galesong Utara, Takalar.
”Belakangan ini cukup banyak nelayan yang gulung tikar karena biaya operasional lebih besar daripada hasil tangkapan. Mungkin pemerintah perlu memperbaiki harga jual rajungan atau menyusun program pendampingan nelayan agar para nelayan mampu melewati berbagai tantangan,” kata Hermawati menyampaikan harapannya.
Komentar / Tanggapan
Oleh MOHAMMAD WAHYUDDIN (E211 0 252)
Dari kisah seorang pengusaha rajungan (HERMAWATI) asal Desa Bontosunggu, Kecamatan Galesong Utara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan yang dapat kita petik adalah :
1. Semangat berwirausahanya yang tinggi sehingga dia bisa bangkit dari kegagalan.
2. Prinsip yang kuat bahwa “ kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda” yang menjadi motivator bagi istri dari Muhammad Arfa ini.
3. Komitmen yang dimiliki oleh HERMAWATI, bahwa tujuan utamanya untuk memperbaiki taraf hidupnya bukan untuk mencari keuntungan semata.
4. Keberanian Hermawati mengambil resiko. Dia buktikan ketika usaha pertamanya gagal sehingga beliua berani menjual rumahnya untuk membayar jaminannya di Bank
5. Hermawati juga, cerdas dalam melihat kondisi sumber daya yang dimiliki oleh daerahnya, ini dapat dibuktikan ketika dia melihat pelayan rajungan di desa atau disekitar tempat tinggalnya yang begitu banyak menjual rajungan kepada pengumpul.
Dari point diatas dapat juga kita tarik kesimpulan bahwa seorang pengusaha jikalau mereka ingin sukses haruslah mempunyai niat yang kuat dan ketekunan untuk berwirausaha bukan hanya main-main saja.
Tak kalah pentingnya bahwa kesuksesan bisa kita raih dengan impian dan cita-cita yang kita sudah tanamkan dalam diri kita. Inilah yang ditunjukkan oleh Hermawati. Beliua mempunyai cita-cita untuk menunaikan ibadah haji bersama keluarga kecilnya, nah dari itulah yang menjadi semangat dan motivasi untuk bekerja keras dan bekerja cerdas dari HERMAWATI.
Dan 1 (satu) point lagi bahwa jikalau kita ingin sukses kita harus berjiwa empati kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan kita, karena rejeki yang diberikan Allah Swt, ada milik orang dalam artian kita harus sedekahkan.
0 komentar:
Posting Komentar